Alasan Gugatan Cerai Tidak Dikabulkan

Alasan Gugatan Cerai Tidak Dikabulkan

Gugatan cerai dapat ditolak oleh Majelis Hakim jika tidak memenuhi syarat seperti kurangnya bukti, tidak lengkapnya dokumen, atau dampak negatif pada kesejahteraan anak. Penting untuk mempersiapkan permohonan dengan baik, termasuk melalui proses mediasi, untuk meningkatkan peluang dikabulkannya gugatan cerai.

Belakangan ini, hampir setiap harinya kita dapati kabar perceraian. Entah itu dari keluarga ataupun kerabat, tetangga, hingga orang lain yang tidak secara langsung memiliki hubungan keluarga dengan kita. Setiap kabar perceraian yang kita dengar, harus melalui berbagai macam proses serta tahapan tertentu yang ditentukan oleh hukum.

Pada umumnya, tahapan sidang perceraian meliputi proses pengajuan berkas dan dokumen permohonan perceraian (baik dari pihak suami maupun istri), tahap mediasi, tahap persidangan, hingga tahap putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim di Pengadilan. Meskipun banyak orang yang berharap untuk mendapatkan keputusan perceraian yang menguntungkan, nyatanya tidak semua gugatan cerai dapat dikabulkan oleh Majelis Hakim.

Ada sejumlah alasan mengapa permohonan perceraian dapat ditolak oleh Majelis Hakim, misalnya karena kurangnya bukti yang mendukung, tidak lengkapnya berkas atau dokumen yang dilampirkan, hingga pertimbangan lainnya yang dirasa dapat lebih banyak memberikan dampak baik untuk ke depannya.

Alasan Permohonan Perceraian

Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (PP 9/1975) menyebutkan bahwa di antara hal-hal yang dapat menjadi alasan perceraian adalah sebagai berikut :

  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
  3. Salah satu pihak atau pasangan mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
  6. Di antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Di sisi lain, Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena berbagai alasan sebagai berikut :

  1. Salah satu pihak atau pasangan berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sahatau karena hal lain di luar kemampuannya.
  3. Salah satu pihak atau pasangan mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
  4. Salah satu pihak atau pasangan melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
  5. Salah satu pihak atau pasangan mendapat cacat berat atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
  6. Di antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
  7. Suami melanggar taklik talak.
  8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Dengan demikian, baik suami maupun istri yang hendak mengajukan permohonan perceraian perlu memahami berbagai alasan untuk mengajukan perceraian sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Perundang-undangan terkait. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan agar permohonan perceraian dapat diterima dan dikabulkan oleh Majelis Hakim.

Setelah memahami berbagai alasan pengajuan permohonan perceraian, selanjutnya perlu untuk mengetahui apa saja alasan gugatan cerai tidak dikabulkan. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam perkara perdata, alat bukti menjadi salah satu hal yang utama untuk dapat ditunjukkan dalam persidangan. Mahkamah Agung dalam SEMA 4 Tahun 2014 mengatur bahwa gugatan cerai dapat dikabulkan jika fakta menunjukan rumah tangga sudah pecah (broken marriage) dengan indikator antara lain:

  • Sudah ada upaya damai tetapi tidak berhasil.
  • Sudah tidak ada komunikasi yang baik antara suami istri.
  • Salah satu pihak atau masing-masing pihak meninggalkan kewajibannya sebagai suami istri.
  • Telah terjadi pisah ranjang/tempat tinggal bersama.
  • Hal-hal lain yang ditemukan dalam persidangan (seperti adanya WIL, PIL, KDRT, main Judi dan lain-lain)

(https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/asas-mempersukar-perceraian-dan-peran-petugas-informasi-di-lingkungan-peradilan-agama-oleh-hermansyah-s-h-i-2-2)

Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata/pasal 164 HIR) menyebutkan bahwa alat bukti yang diakui dalam perkara perdata terdiri dari bukti tulisan, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah.

Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (3) UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan suatu sistem elektronik sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam UU ITE. Dengan demikian penggunaan dokumen elektronik sebagai suatu alat bukti yang dianggap sah apabila menggunakan suatu sistem elektronik sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, yang menentukan bahwa dokumen elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggung jawabkan, sehingga menerangkan suatu keadaan.

(https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/asas-mempersukar-perceraian-dan-peran-petugas-informasi-di-lingkungan-peradilan-agama-oleh-hermansyah-s-h-i-2-2)

Selain itu, kelengkapan berkas atau dokumen menjadi hal yang juga perlu diperhatikan. Berkas yang dimaksud seperti akta nikah, identitas diri (baik identitas suami/istri sebagai pihak yang mengajukan permohonan perceraian, identitas pasangan sebagai tergugat atau termohon, juga identitas anak atau pihak lain yang terkait). Apabila ada dokumen yang tidak lengkap atau tidak sesuai, maka Majelis Hakim berhak menolak permohonan cerai tanpa memberikan kesempatan untuk memperbaikinya.

Hal lain yang dapat menjadi penyebab gugatan cerai tidak dikabulkan adalah pertimbangan faktor kesejahteraan anak dalam perkara perceraian yang melibatkan anak. Pengadilan sangat berhati-hati dalam membuat keputusan yang dapat memberikan berdampak pada anak. Apabila pemohon tidak dapat menunjukkan bahwa perceraian adalah langkah terbaik untuk kesejahteraan anak, maka Majelis Hakim mungkin akan menolak gugatan cerai. Untuk itu, sebelum mengajukan permohonan perceraian perlu memperhitungkan kembali apakah perceraian yang dilakukan dapat memberikan dampak baik bagi anak atau justru akan merugikan anak.

Perlu diingat bahwa salah satu tahapan dalam proses perceraian adalah proses mediasi. Mediasi merupakan upaya hukum yang dilakukan dengan maksud untuk mendamaikan kembali antara suami dengan istri agar tidak terjadi perceraian antara keduanya.

Dikutip dari laman Mahkamah Syar’iyah Takengon, pada dasarnya Mahkamah Agung Republik Indonesia mewajibkan para pihak menempuh mediasi sebelum perkara diputus oleh hakim dengan alasan sebagai berikut:

  • Proses mediasi diharapkan dapat mengatasi masalah penumpukan perkara.
  • Proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi.
  • Pemberlakuan mediasi diharapkan dapat memperluas akses bagi para pihak untuk memperoleh rasa keadilan.
  • Institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa.

(https://ms-takengon.net/tentang-mediasi/)

Upaya mediasi dilakukan untuk membuktikan bahwa permohonan perceraian yang dilakukan memang memiliki alasan, bukan hanya semata-mata permohonan tanpa adanya alasan yang jelas. Apabila pada saat proses mediasi dapat mencapai kesepakatan, maka perceraian dapat dibatalkan. Namun ketika proses mediasi gagal dan tidak menemui jalan tengah, maka sidang perceraian dapat terus berlangsung.

Dengan demikian, sebelum mengajukan permohonan perceraian, baik dari pihak suami maupun istri perlu memahami alasan apakah gugatan perceraian dapat diterima dan dikabulkan oleh Majelis Hakim atau justru ditolak sehingga para pihak dapat lebih siap dalam mempersiapkan permohonan cerai dengan baik. Hal ini juga akan membantu mereka untuk mengurangi risiko penolakan sekaligus meningkatkan peluang pengabulan gugatan cerai di pengadilan.

Percayakan kebutuhan hukum keluarga Anda kepada IHW Lawyers, firma hukum dengan keahlian dan pengalaman yang terbukti. Hubungi kami hari ini untuk konsultasi dan dukungan hukum yang profesional dan terpercaya.

× Ada yang dapat kami bantu?